Masih Elok kah Tes Akademis untuk Penerimaan Siswa Baru Sudah menjadi pemandangan umum sebuah tes serentak di beberapa sekolah dalam rangka penyaringan siswa baru. Siswa datang berduyun-duyun ditemani oleh orangtua mereka untuk mengikuti ujian tes tertulis di setiap tahunnya. Sekolah dengan prestasi akademis baik akan menjadi salah satu tujuan utama para orangtua untuk menyekolahkan anaknya disana. Belum lagi sekolah-sekolah unggulan yang sudah menentukan standar nilai minimal tertinggi untuk bisa bersekolah disana. Sebuah kegagalan besar bagi siswa yang bercita-cita di sekolah unggulan tersebut ketika mendapati hasil nilai ujian nasionalnya di bawah standar minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah tersebut. Sehingga siswa tersebut harus rela menerima konsekuensi untuk melanjutkan sekolahnya di prioritas kedua, ketiga, dan seterusnya. Pertanyaannya, apakah lulusan siswa-siswa dengan nasib serupa sudah pasti memiliki perkembangan karir dan hidup di bawah rata-rata siswa yang berhasil masuk dan lulus dengan nilai tinggi di sekolah unggulan itu? Jawabannya, silakan kawan-kawan, Ayah-Bunda, Om-Tante melihat di kanan-kiri, depan-belakang, dan di sekitar kawan-kawan. Apakah hukum itu berhasil, ataukah justru sebaliknya?. Menurut Direktur Kemahasiswaan UGM, Drs. Hariyanto, M.Si (2008/2009), kemampuan intelektual (hard skill) tidak menjamin seseorang akan sukses dalam hidupnya. Sebab tingkat intelektual hanya mendukung 20% dari pencapaian prestasi dan keberhasilan seseorang. Sementara 80% sisanya berasal dari kemampuan kepribadian (soft skill). Daniel Goleman, pakar psikologi dari Amerika Serikat, pada tahun 1998 menyatakan bahwa Emotional Quotient (EQ) sangat berpengaruh pada kesuksesan seseorang. Orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena rendah kecerdasan intelektualnya, namun karena mereka kurang memiliki kecerdasan emosional, meskipun kecerdasan intelegensinya berada pada tingkatan rata-rata. Tidak sedikit orang yang sukses dalam hidupnya memiliki kecerdasan emosional yang baik. Diketahui EQ berkontribusi 66% dalam kehidupan seseorang, sedangkan IQ berkontribusi 33% saja dalam kesuksesan. Bahkan kontribusi EQ bagi seorang pemimpin perusahaan mempengaruhi 85% dalam karir mereka. Terkait fenomena tes akademik serentak sebagai proses penjaringan siswa, saya tidak dalam porsi untuk menyatakan proses seperti itu sangat baik, baik, atau kurang baik. Saya hanya akan mencoba mengantarkan Anda semua ke suatu pengibaratan. Proses seleksi siswa baru itu ibarat jika kita ingin menanam tanaman. Untuk menanam yang kita butuhkan adalah: benih (calon siswa); tanah/media (sekolah, fasilitas dan lingkungan sekitar); dan orang yang merawat (guru dan orangtua). Benih-benih yang baik dan sejenis akan tumbuh subur jika ditanam di lahan atau tanah yang subur dan sesuai jenis tanaman, terlebih jika dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Pertanyaannya:
Jika demikian maka perlu kita ubah cara dan proses penerimaan siswa baru (yang tidakcumates akademik saja). Pusing? Jelas lebih memusingkan. Lelah? Jelas lebih melelahkan dibanding sekedar tes akademik serentak. Lelah di awal dan juga lebih lelah dalam proses menumbuhkan, tetapi percayalah, itu akan menjadi salah satu cara terbaik untuk mencetak generasi emas ke depan. Izinkan saya berbagi proses penerimaan siswa baru yang dilakukan di SMA Sekolah Alam Cikeas. Tanpa menyatakan bahwa ini adalah cara terbaik dalam proses PSB, saya hanya ingin berbagi cerita, barangkali bisa bermanfaat bagi kawan-kawan semua. Seperti apa proses PSB yang kami lakukan di SMA Sekolah Alam Cikeas? Berikuta gambaran singkatnya:
Sudah menjadi komitmen sekolah untuk benar-benar memahami kondisi siswa terkini dan visi orangtua sebelum bersepakat untuk mendidik dan mengasuh bersama. Kebayang kan ketika kita mau antarkan siswa menuju suatu tempat dan kita sudah mengetahui kapasitas mereka masing-masing. Hal tersebut akan membantu kita untuk memilih jalan mana dan cara apa yang paling pas agar tepat dan cepat sampai tujuan. Selamat mencoba, teruslah belajar, karena ketika kita telah memutuskan untuk menjadi seorang pengajar maka saat itulah kita harus dan terus lebih banyak belajar. Cikeas, 20 Maret 2018 Salam, Fadhil Mas Ghufron SMA Sekolah Alam Cikeas Comments are closed.
|
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
March 2018
Categories |