Ada beberapa bab di dalam pembahasan ilmu Ekonomi bagi para siswa/I kelas 7 ini yang saling kait-mengait. Beberapa di antaranya bahkan bisa di satukan dalam satu jam pembelajaran, dengan cara melibatkan anak-anak dalam proses kegiatan ekonomi itu sendiri. Lebih menghemat waktu, sekaligus mempermudah anak-anak dalam menerima konsep-konsep baru tersebut. Sebelumnya aku hendak menceritakan hal unik yang kami miliki di kelas. Di kelas kami ini -kelas Persahabatan- kami memiliki pojok tabungan sampah. Apakah itu ? Jadi, anak-anak membawa beragam sampah bekas dari rumah, lalu kami pilah di kelas. Tiap jenis sampah di masukkan ke tempat yang sesuai. Ada tempat sampah khusus kaleng, khusus kertas bekas/ Koran, khusus kardus, khusus botol plastik, khusus plastik kresek, hingga Styrofoam dan tutup-tutup botol. Seiring dengan waktu, tabungan sampah kami semakin banyak. Jika di level PG-TK-SD, tabungan-tabungan sampah yang dari tiap kelas, akan di simpan di Bank Sampah sekolah. Lalu perselang waktu tertentu, tabungan sampah tersebut akan di jual ke pemulung. Namun, tidak semua tabungan sampah berakhir dengan di jual. Sebagian besar, kembali digunakan oleh tiap kelas, untuk membuat ‘display-display’ pembelajaran . Untuk di level SMP ini, agak sedikit berbeda. Kami mencoba melakukan transaksi penjualan barang bekas ini langsung dengan pemulungnya. Dan anak-anak kelas 7 akan terlibat dalam proses kegiatan ekonomi ini. Pertama-tama, dari seminggu sebelumnya, aku sudah menentukan dua orang anak yang bertanggung jawab untuk mencari tempat penjualan barang bekas yang terdekat. Kebetulan mereka berdua, tinggal di sekitar sekolah. Selang beberapa hari kemudian, Andika dan Dhani datang melapor. Mereka sudah menemukan tempat penjualan barang bekas tersebut. “ Di daerah mana Andika ? Bisa dicapai dengan jalan kaki ?” “ Cuma di belakang jalan sana kok Bu. Dekatlah. Kita ke sananya bisa jalan kaki kok.” Terang Andika. Akhirnya, ketika hari Jumat, tepat di jam pelajaran Ekonomi. Akupun segera mengumpulkan anak-anak dan membicarakan kegiatan kita di hari tersebut. “ Seperti yang sudah kita rencanakan nih dari seminggu kemarin. Hari ini kita mau membawa semua tabungan sampah, dan menjualnya. Andika sama Dhani sudah menemukan tempat penjualnya. Iya kan ?” “ Iya Bu, tapi saya gak tahu nih, kalau jam segini ada gak ya dia di rumahnya ?” jawab Andika “ Jadi, kita harus bagaimana ? Apa solusinya ? Karena waktu kita terbatas lho. Kita Cuma punya waktu satu jam lho. Katakanlah, kita beres-beres 15 menit, jalan pulang-pergi 30 menit, dan transaksi 15 menit. Akan sia-sia, kalau kita sudah ke sana , eh ternyata penjual barang bekasnya tidak ada . So, apa solusinya ?” tanyaku “ Begini aja deh Bu, aku yang cek ke sana .” Seru Andhika. “ Lalu, ketika kamu cek ke sana. Bagaimana cara kamu memberi info ke kita? Kalau nungguin kamu balik lagi, itu makan waktu.” “ Saya nemenin deh Bu. Dan boleh bawa hp gak Bu ? Nanti, saya kabarin kalau sudah sampai di sana. Apakah ada orangnya atau tidak.” Usul Dik Al. “ Lalu siapa penghubung kita di sini ?” tanyaku. “ Aku Bu… Ga papa deh, aku aja .” Ahmad mengajukan dirinya. “ Baiklah kalau begitu, itu bagus idenya , cukup efisien. Hp kalian berdua boleh di keluarkan dari tempat penyimpanan. Berarti, sementara Andika dan Dik Al pergi, kita semua harus beres-beres ya. Semua tabungan sampah, harus benar-benar rapi terpilah. Sehingga, nantinya di sana, kita tidak akan menunggu lama. Penjualnya tinggal menimbang dan membayar saja. Ok ?” “ Siaaap Bu.” Jawab anak-anak kompak. Lalu sesuai instruksi, Dik Al mengambil hpnya dari laci penyimpanan, dan bergegas bersama Andika pergi mengecek tempat penjualan barang bekas. Sementara anak-anak yang lain, membawa keluar tempat-tempat tabungan sampah ke teras kelas dan memilah sampah-sampah tersebut. Hasil pilahan, mereka kumpulkan di dalam plastik-plastik besar. Akhirnya kami berhasil mengumpulkan 3 macam jenis sampah : ada sampah botol dan gelas plastik; sampah kertas dan kardus; serta sampah kaleng dan sampah tutup botol kaleng. Selama proses pemilahan tersebut, teras kelas menjadi sangat berantakan. Sebuah tahap pembelajaran yang harus dihadapi. Saat itu aku hanya berkomentar singkat , “ Guys, teras ini harus kembali seperti semula ya.” “ Oke Bu.” Jawab mereka santai. “ Bu, aku dapat info dari Dik Al. Katanya, penjual barang bekasnya ada Bu.” Seru Ahmad tiba-tiba. “ Alhamdulillah. Berarti kita bisa kesana nih. Yuk bergegas, waktu kalian tinggal 5 menit lagi.” Merasa bersemangat dengan info dari Ahmad, anak-anak langsung mempercepat ritme kerja mereka. Tak lama, semua sampah berhasil terpilah dan rapi terbungkus dalam plastik-plastik besar. Dan seperti yang mereka janjikan, teras kelas kembali rapi seperti semula. Setelahnya, perjalanan kami pun di mulai. Saling bergotong royong membawa plastik-plastik besar berisi sampah. Melewati rumah-rumah warga. Menyebrangi jalan raya secara perkelompok. Lalu kembali melewati rumah warga, yang beberapa diantaranya sangat tradisional. Terletak di pelosok Cikeas. Hingga akhirnya kami bertemu dengan Andika dan Dik Al di ujung jalan. Mereka berdua akhirnya berjalan di depan kami, menjadi ‘guide’. Kami mengikuti berjalan menyusuri jalan tanah perkampungan, makin jauh ke pelosok Cikeas. Hingga akhirnya, kami sampai di sebuah rumah berdinding kayu yang sisi-sisi rumahnya penuh dengan tumpukan bermacam jenis sampah. Ternyata penjual barang bekas yang dimaksud oleh Andika adalah seorang pengepul sampah. Walau banyak sekali sampah aneka jenis di sana, namun sampah-sampah tersebut rapi tertata. Kala kami berjalan turun dari pinggir jalan menuju rumah sang pengepul, kami menyaksikan tumpukan gelas plastik di satu sisi. Tumpukan botol Yakult di sisi lain, dan tumpukan beragam botol plastik yang dikelompokkan sesuai bentuknya. Ada juga tumpukan kertas kardus, kaleng-kaleng, hingga tumpukan khusus tas kresek. Anak-anak membawa turun semua barang bawaan kami, dan Andika pergi ke belakang rumah untuk mencari sang pemilik. Tak lama istri sang pengepul keluar dan menyambut kami. Ia meminta ijin untuk menjemput suaminya di kebun. Selama itu, langit menggelap, dan aku berdoa dalam hati agar kami bisa menyelesaikan urusan ini sebelum hujan turun dengan deras. Karena kami tidak membawa payung dan lokasi kami sejauh 15 menit berjalan kaki dari sekolah. Untunglah, tak lama kemudian sang istri pengepul kembali bersama suaminya. Sang Bapak pengepul, yang bernama Andri langsung bergegas melihat barang bawaan kami, dan segera mengeluarkan timbangan. Anak-anak mengelilingi Pak Andri, kala Pak Andri mulai menimbang sampah- sampah yang kami bawa. Untuk botol-botol dan gelas plastik , di hargai Rp.3000/kg, untuk kardus di hargai Rp 1.500/kg dan untuk kaleng-kalengan di hargai Rp 1.500/ kg. Alhamdulillah kami berhasil membawa pulang uang sejumlah Rp 35.000,-. InsyaAllah uang ini akan menjadi saldo tabungan kelas kami yang pertama. InsyaAllah akan dipakai untuk membiayai perjalanan mimpi kami di kelas 9 kelak. Setelahnya kami bergegas pulang di antara rintik gerimis. Alhamdulillahirrabbil’alamiin, tepat sebelum hujan deras, kami berhasil sampai di kelas. Dari keseluruhan rangkaian kegiatan ini, anak-anak mempelajari : Apa itu tindakan ekonomi dan kegiatan ekonomi? Apa itu motif ekonomi dan motif non ekonomi ? Apa itu prinsip ekonomi ? Tentu saja pemahaman akan konsep-konsep tersebut, masih perlu di lengkapi dengan sesi penjelasan di dalam kelas. Namun, praktek langsung ini benar-benar menjadi sebuah pengalaman unik bagi mereka. Tidak hanya konten pembelajaran ‘ala buku paket’ yang mereka terima. Namun rangkaian persiapan, perjalanan panjang, sentuhan langsung dengan kelas ekonomi yang berbeda, serta terlibat dalam proses transaksi, kesemuanya adalah istimewa. Terlebih dalam perjalanan tersebut, ternyata salah seorang muridku yang sejak dari sekolah berjalan paling belakang, ternyata ketahuan sedang sakit. Tubuhnya sangat panas, aku merasakannya dari luar kaos yang dia pakai. “ Ya Allah, kamu panas sekali. Pulang ke sekolah yuk ?” “ Enggak Bu. Enggak usah. Aku mau ikut.” “ Kamu yakin ? Kamu kuat ?” Anak itu mengangguk ringan. Kami kembali berjalan, aku sengaja membersamainya. Akhirnya hingga di jarak tertentu, sepertinya ia mulai merasa tidak kuat dan menerima saranku untuk beristirahat di salah satu mesjid kampung. Ia terpaksa kami tinggal, sementara kami melanjutkan perjalanan ke rumah sang pengepul. Dan kala kami selesai bertransaksi, ia kami jemput. Aku dan beberapa anak berjalan lebih lambat, guna menemani dirinya. Sementara sebagian besar anak, memang kuminta untuk bergegas, karena gerimis yang sudah mulai turun . Kesungguhan dan kebersamaan, itu yang dirasakan oleh sang anak yang sakit. Toleransi dan empati, itu yang dipraktekkan oleh para teman-temannya yang rela berjalan lebih lambat. Sesampainya di kelas, tepat sebelum bersiap pulang. Kami melakukan ‘review’ singkat. Anak-anak kupancing untuk menceritakan rangkaian perjalanan kami. Kemudian, untuk menilai pemahaman tiap anak, mereka mendapat tugas untuk menjelaskan kegiatan ekonomi tersebut. “ Tugas boleh dikirimkan ke emailku , paling lambat hari Senin minggu depan ya ! Ok ?” “ Iyaaaa…” “ Baiklah. Terima kasih untuk hari ini. Hati-hati semuanya ya… Assalamu’alaikum guys.” “ Wa’alaikum salam Buuu.” Seru mereka bersemangat. Oleh : Yuni Khairun Nisa Friendship class SMP Alam Cikeas #sacikeas #sekolahalamcikeas #smp
0 Comments
|
Kelas 7Selamat datang di kelas 7 persahabatan Sekolah Alam Cikeas. Archives
February 2018
Categories
All
|