Morning Talk 18 September 2012 Kelas 6 - Sekolah Alam Cikeas Dari Kaos Tak Berkerah Sampai Kedubes Amerika “Anak-anak, ayo segera kita mulai...” ujar pak Catur dalam bahasa Inggris kepada sekitar 20-an anak kelas 6. Dengan segera, anak-anak itu membentuk lingkaran. Setengah lingkaran sebelah kanan terdiri dari anak laki-laki, dan setengah lingkaran sebelah kiri diisi anak perempuan. Di antara anak laki-laki dan perempuan itu, masing-masing dibatasi oleh seorang fasilitator, yaitu pak Catur dan bu Yuni. “Siapa ketua kelas hari ini?” tanya pak Catur. Seorang anak lelaki, mengangkat tangan, lalu memulai ritual Morning Talk, dengan berdoa dalam tiga bahasa, Inggris – Arab - Indonesia. Tak lupa mereka memberikan salam buat seluruh orang yang ada di kelas itu. Pak Catur masih memegang kendali, dan menggunakan matanya untuk berkeliling. Satu persatu anak-anak diperhatikannya. Lalu... “Kamu kenapa tidak memakai kaus berkerah?” tanyanya masih dalam bahasa Inggris kepada seorang anak lelaki berkaus oblong hijau. “You don’t wear shirt, but T-shirt. You have to obey the rule,” ujarnya tegas. “Kenapa tidak memakai kaus berkerah?” Si anak salah tingkah. Tapi senyumnya tidak pernah lepas. Anak-anak lain pun tersenyum dan sebagian tertawa melihat sikap anak T-shirt itu. “Forget...” katanya kemudian. “No no no, saya sudah bilang berkali-kali. Lupa dan tidak tahu, bukan alasan untuk menjawab pertanyaan kenapa,” sahut pak Catur sambil mengingatkan yang lain. Si anak nyengir kuda. Dia masih bingung untuk menjawabnya. Anak-anak yang lain mulai memberikan bantuan jawaban. Ada yang menyebutkan “buru-buru”, “tidak sadar” dan sebagainya. “Siapa yang menyiapkan baju mu nak?” tiba-tiba bu Yuni memberikan pertanyaan kejutan. Tapi si anak T-shirt tidak kaget dengan pertanyaan itu, melainkan langsung menjawab secara spontan. “Mama...” katanya sambil tersipu. “Sudah ditebak...” kata bu Yuni, disambut tawa seluruh anak-anak. “Apa headlines hari ini?” tanya pak Catur lagi kepada anak-anak. Tanpa bertanya apa itu headlines, nyaris semua anak mengangkat tangannya, tanda mau menjawab. Mengangkat tangan diwajibkan setiap kali akan menjawab pertanyaan. Etikanya demikian. Anak-anak diharapkan tidak asal menjawab sebuah pertanyaan. “Ya, kamu...” kata pak Catur menunjuk seorang anak perempuan berambut panjang. “Film tentang Islam buatan Amerika pak,” katanya meyakinkan. Anak-anak yang lain menyahut penuh penyesalan, “Yaaaaaaaa...” Ternyata, perhatian mereka semua sama terhadap berita tentang film yang menghina Islam tersebut. Mereka keduluan menjawab. Anak-anak itu pun ramai berdiskusi tentang film itu, dipandu oleh pak Catur dan bu Yuni. Tak ada aroma menyalahkan atau menyudutkan. Semua dikupas dengan enteng namun penuh makna. “Innotent...” kata pak Catur sambil tertawa mengomentari jawaban seorang anak, tentang judul film tersebut. “Ayo, pengejaannya yang benar!” lanjutnya. Film itu berjudul “The Innocent of Moslem” yang menuai kontroversi dan protes di banyak negara muslim termasuk di Indonesia. Beberapa kelompok Islam melakukan demonstrasi di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Sebelum waktu selesai, bu Yuni mendongeng. Kisahnya enteng, namun ternyata mereka langsung belajar kosa kata bahasa Indonesia. Dalam dongeng itu, ada dua istilah baru buat anak-anak, yaitu “menggamit” dan “air muka ganjil”. Sebagian besar anak-anak tidak mengentahui makna kata-kata tersebut dan dijelaskan secara gamblang oleh pak Catur dan bu Yuni. Sebagai penutup, semua mata anak-anak tertuju pada papan tulis. Di sana sudah terpampang terjemahan sebuah hadist tentang sholat Dhuha. Dalam suasana yang ringan, menyenangkan dan penuh senyum serta tawa, pelajaran tentang pentingnya sholat Dhuha masuk ke dalam relung-relung jiwa anak-anak itu. Apalagi, mereka pun setiap hari rutin melaksanakannya. 30 menit seperti sekejap saja. Morning talk pun berakhir.(Dodi Mawardi) Sekolah berkualitas, unggulan, favorit dan terbaik.
0 Comments
Tahun ini, Yayasan Puri Cikeas yang menaungi Sekolah Alam Cikeas (SAC) mencanangkan dimulainya program pembuatan karya tulis oleh fasilitator dan siswa. Program ini penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran SAC. Indonesia masih tertinggal dan terbelakang dalam hal budaya menulis dibandingkan bangsa-bangsa lain. Padahal untuk menuju bangsa maju, salah satu syaratnya adalah berkembangnya budaya menulis. SAC ingin ikut serta menjadi pendorong gerakan menulis di kalangan masyarakat, diawali oleh fasilitator (guru) dan siswa. Ke depannya, SAC akan mendorong seluruh komponen SAC termasuk karyawan dan orang tua siswa, agar juga memiliki budaya menulis dan menghasilkan karya tulis. Semoga impian tersebut terlaksana. Sebagai salah satu langkah awalnya adalah dengan membentuk Laskar Aksara, yaitu sebuah komunitas para penulis SAC yang memiliki komitmen tinggi untuk berkarya tulis. Karya tulis itu bisa berupa buku, artikel, tulisan di internet/blog dan sebagainya. Laskar Aksara juga akan berfungsi sebagai bank naskah dan atau agen naskah, yang menyambungkan penulis dan naskah, dengan penerbit. Penerbit membutuhkan banyak sekali naskah berkualitas, dan Laskar Aksara akan berusaha menyediakan naskah tersebut. Target tahun ajaran 2012 - 2013 ini, Laskar Aksara akan memproduksi sekitar 35 judul buku. Kenapa 35? Karena disesuaikan dengan jumlah fasilitator SAC. Semoga tercapai. Amin. Oh ya, nama Laskar Aksara terinspirasi oleh dua pihak yaitu film Laskar Pelangi yang sangat inspiratif, dan toko buku Aksara yang konsisten dengan usahanya. Gabungan keduanya akan menjadikan Laskar Aksara sebagai pasuka cerdas dan gagah berani pemberi inspirasi buat banyak orang. Amin. Sekolah berkualitas, unggulan, favorit dan terbaik.
This is post from Mr Makoto Matsuura for Sekolah Alam Cikeas via website at Laskar Aksara cobon my project tour: participant Miho Sato(Japanese university student) 2 hour from central Jakarta, the school Sekolah Alam Cikeas is there. The kindergarten and elementary school which offer kids to learn from great environment, nature. In the large land of 3.5 ha which is designed so that the children can have 15 m circle for each Ms Indra Director and Mr Bharata head of research and development gave us school tour for us. There are school farm kids could grow crops. They also collaborate with villagers who has farm close to the school in which the children can grow rice and harvest it. The class building is Saung: the traditional wooden house of Indonesia After the school tour we interview them. Mr Bharata talked about the ideal environment of education. "Children can learn from every thing. They learn from outside, field. Each child have their own way to learn, if child want to learn dancing, we let them do it. If child want to play drum during the class we let them do it. Each one of child has their own way to learn " As Doni said children could learn form their environment and Sekolah Alam allow them to do it. For example, children spend 70% of the school hour out side and study 30% of the time indoor. As I mentioned above the school surrounded by nature. The children naturally find what they interested in from this environment that is not artificial but art of nature. To achieve their ideal environment for children, Sekolah Alam does interviews when they decide whether they accept the children or not. Doni said changing adults is so difficult compare to changing children. He said they choose not by children but by parents. I was quite surprised at this comment because that is exactly what we discussed about changing structure of social issues. I think once we used to traditional way, it is too hard for people to change the habits. There will be fear to change even if people notice the traditional way of living is not comfortable and sustainable at all. That is why education is so important to reduce the barrier to change the society. I was deeply moved by the concept of Sekolah Alam Cikeas, and what they said about social change. They are conscious that how difficult to change the way people used to. However, there are this brightness of hope that they believe what they do in education is work gradually. This might be the characteristic of Indonesian or not, we could learn this attitude from them. Sekolah berkualitas, unggulan, favorit dan terbaik.
Sepekan menjelajahi budaya-budaya nusantara, selama seminggu seluruh warga Sekolah Alam Cikeas akan menampilkan ragam budaya nusantara dari sabang sampai merauke. Ikuti terus berita terbaru dari Pekan Budaya 2012 Sekolah Alam Cikeas. (DAB) Sekolah berkualitas, unggulan, favorit dan terbaik.
|
ManajemenSelamat datang di Sekolah Alam Cikeas, Sekolah terdepan yang mencetak generasi pemimpin berkarakter. Arsip
March 2018
Kategori
All
|Manajemen Sekolah Alam CikeasSekolah berkualitas, unggulan, favorit dan terbaik.
|